Welcome

"Wene Weak Hano Nekimoat Welagirek"

Minggu, 13 Maret 2011

15 TAHUN MENINGGALNYA DR.THOMAS WANGGAI
(Saya persembahkan sebagai penghormatan pribadi atas perjuangan dan pengorbanan Dr. Wanggai)

Bendera Bintang Empat Belas yang dirancang oleh Dr.Wanggai
Saya sendiri menjadi bingung ketika handphone (hp) saya berbunyi dengan nada alarm pada pukul 06.00. Sebuah catatan yang terekam dalam hp terlihat di layar gelap karena lampunya yang sudah rusak.
“Thomas. W mninggal di LP. Cipinang ktk mnjlni hkman pnjara thn 96”.
Kereta eksekutif Argo Gede jurusan Jakarta-Bandung yang terjadwal untuk jam 05.45 pagi, baru saja melaju 15 menit yang lalu dari stasiun Gambir.
Saya dan Kawan-kawan baru saja menghabiskan malam minggu di Monas sambil diskusi, minum kopi dan makan pinang Papua. Kami berdiskusi dari jam 12.00 malam sampe jam 04.00 subuh. Diskusi tentang Membuat Pembungkaman-Pembungkaman “Berbicara”, sebuah tulisan kritik sastra yang sangat relevan dengan konteks Papua.
Kereta terus melaju ke arah Selatan Jakarta. Sebagian para penumpang mulai tertidur satu persatu karena ada yang sudah antri tiket sejak jam 03.00 subuh. Sementara saya sendiri terus bermain dengan pikiran sendiri karena catatan yang masih ada di layar hp. Saya sedikit gelisah karena berfikir cukup keras tentang orang yang bernama Dr. Thomas Wanggai.
Bagaimana tidak, secara fisik saya sama sekali tidak mengedal Dr. Wanggai. Kami lahir beda generasih. Dan dalam situasi sosial dan politik Papua, Indonesia dan Internasional yang berbeda juga. Bahkan Orang Tua saya tidak pernah bercerita tentang dia. Sementara, dia salah satu dari beberapa Pejuang Papua yang sangat saya kagumi. Dia punya cerita tersendiri karena perjuangannya. Tidak peduli apakah dia itu Bintang Kejora atau Bintang Empat Belas, saya tetap mengagumi perjuangannya.
Sebenarnya, saya tidak mengetahui detil tentang perjuangannya. Pengetahuan saya tentang dia sangat minim. Saya hanya tahu beberapa hal yang masih sangat dangkal tentang dia.
Bahwa Dr. Thomas Wanggai adalah seorang pejuang Papua Merdeka dengan pendidikan tinggi. Dialah yang memproklamasikan 14 Desember 1988 sebagai Hari Kemerdekaan Melanesia Barat dengan pengibaran bendera Bintang Empat Belas di Stadion Mandala Jayapura yang dihadiri oleh sekitar 60 orang.
Bendera Bintang Empat Belas tersebut dijahit oleh istrinya Dr. Wanggai yang berkebangsaan Jepang, Ny. Teruko Wanggai.
Dalam pengibaran bendera dan proklamasi 14 Desember 1988 ini, Dr. Wanggai tidak menggunakan nama Papua Barat seperti yang digunakan oleh para Pejuang Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang lain. Dia menggunakan nama Melanesia Barat yang berarti tidak hanya meliputi Tanah Papua tapi seluruh wilayah Melanesia Barat.
Gerakan-gerakan nasionalisme Papua yang dibangun oleh Lelaki bergelar Doktor di bidang Hukum dan Administrasi Publik dari Jepang dan AS ini, mendapat perhatian yang cukup luas dari masyarakat Papua. Akibat perjuangannya inilah yang membuat Dr.Wanggai divonis hukuman 20 tahun penjara. Vonis yang paling tinggi dari vonis-vonis lain untuk para aktifis OPM.
Vonis hukuman 20 tahun penjara inilah yang membuat Dr. Wanggai mendekam di penjara LP.Cipinang. Dan akhirnya, Beliau menghembuskan nafasnya di LP.Cipinang pada tanggal 13 Maret 1996 ketika sedang menjalani hukuman yang dijatuhi karena perjuangannya untuk Right to Self Determination bagi Bangsa Papua.
Hanya itulah yang saya tahu tentang Dr. Thomas Wanggai, Pejuang dan Pahlawan Bangsa Papua. Sehingga hanya itu yang dapat saya bagikan kembali di hari ini; Minggu, 13 Maret 2011, tepat tanggal meninggalnya Dr. Wanggai.
Saat ini saya hanya dapat mengenang dan menghormati perjuangannya dengan segala keterbatasan pengetahuan saya tentang Sejarah Bangsa Papua. Semoga semangat dan jiwa berontaknya terus mengalir dalam nadi tiap orang Papua dan mendarah daging dalam raga dan jiwa kami.

Tanah Sunda, Maret 2011

3 komentar:

  1. Menghargai pahlawan tentu bukan hanya masalah meneruskan cita-cita, tetapi yang lebih penting ialah meneruskan sikap dan nilai-nilai kepahlawanan. Para pahlawan selalu menunjukkan keberanian dalam memperjuangkan cita-cita bangsa, hampir tanpa pamrih, airmata, darah bahkan nyawa sekalipun dapat dipertaruhkan demi sebuah cita2 untuk menempatkan kepentingan bangsa diatas kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Smoga tulisan2 seperti ini selalu digoreskan oleh anak negeri Papua agar generasi yang akan datang tidak buta akan sejarah negerinya sendiri.

    Salam Juang,

    Nelson Pagawak
    Kobakma - Mamteng
    WEST PAPUA

    BalasHapus
  2. Terimakasih untuk Kk pu komentar.

    Sa spakat dengan apa yang Kk tulis bahwa yang lebih penting dalam menghargai Pahlawan kita adalah menuruskan sikap dan nilai-nilai kepahlawanan mereka.
    Semoga kita yang terlahir di generasih dan situasi sosial dan politik yang berbeda ini dapat terus belajar dan memahami sejarah Bangsa kita dengan lebih bijak tanpa harus terjebak dalam faksi2 gerakan yang ada hari ini.


    Salam,
    Heni.

    BalasHapus
  3. saya juga demikian sepakat dengan apa yang sudah disamapikan, karena perjuangan ini adalah suatu yang sangat mendasar dalam perjuangan anak papua, didalam melanesia sudah tersirat benderanya, lambangnya, dan artinya sudah tinggal tunggu SDM dari kita anak2 Papua seutunya.

    BalasHapus